Sedang mengulangi hidup keagamaan orang2 Yahudi & orang2 Farisi yg penuh kebenaran dirikah saya sampai hari ini ?
Tersinggungkah saya saat Yesus Kristus bergaul dengan pemungut cukai dan orang2 berdosa ?
Cemburukah saya saat anak yang hilang kembali dan disambut hangat oleh Bapa ?
Terjemahan bebas roh nubuat mengamarkan :
Sebagai anak sulung yg diwakili oleh orang-orang Yahudi yang tidak bertobat pada zaman Kristus, dan juga orang-orang Farisi di setiap zaman, yang memandang dengan hina orang-orang yang mereka anggap sebagai pemungut cukai dan orang berdosa.
Karena mereka sendiri tidak melakukan perbuatan jahat yang berlebihan, mereka dipenuhi dengan kebenaran diri.
Kristus bertemu orang2 macam ini di tanah mereka sendiri.
Seperti anak sulung dalam perumpamaan itu, mereka menikmati hak istimewa dari Tuhan. Mereka mengaku sebagai anak laki-laki di rumah Tuhan,
tetapi mereka memiliki semangat orang upahan.
Mereka bekerja, bukan karena cinta, tapi dari harapan akan hadiah.
Di mata mereka, Tuhan adalah pemberi tugas yang teliti.
Mereka melihat Kristus mengundang pemungut cukai dan orang-orang berdosa untuk menerima dengan cuma-cuma anugerah anugerahNya — anugerah yang diharapkan para rabi hanya dengan kerja keras dan penebusan dosa — dan mereka tersinggung.
Kembalinya anak yang hilang, yang memenuhi hati Bapa dengan sukacita, hanya membuat mereka cemburu.
Tulisan aslinya :
By the elder son were represented the unrepenting Jews of Christ’s day, and also the Pharisees in every age, who look with contempt upon those whom they regard as publicans and sinners. Because they themselves have not gone to great excesses in vice, they are filled with self-righteousness. Christ met these cavilers on their own ground. Like the elder son in the parable, they had enjoyed special privileges from God. They claimed to be sons in God’s house, but they had the spirit of the hireling. They were working, not from love, but from hope of reward. In their eyes, God was an exacting taskmaster. They saw Christ inviting publicans and sinners to receive freely the gift of His grace—the gift which the rabbis hoped to secure only by toil and penance—and they were offended. The prodigal’s return, which filled the Father’s heart with joy, only stirred them to jealousy. {COL 209.3}
Comments
Post a Comment